Senin, 30 September 2013

Cerpen

Hadiah Semester Ganjil

Pagi yang cerah, mentari mulai melahap bumi, kicau burung, ayam berkokok, bunyi tabuh dan kumandang adzan saling bersahutan, aku bergegas untuk memenuhi perintahnya, ku basuh tubuh ku dengan air suci penuh doa, wajah ku yang kelam terasa segar dengan percikan air dan embun pagi.
Mentari semakin naik ke atas bukit, ku bergegas memakai seragam sekolah, mengingat hari ini adalah hari pertama aku akan mulai berperang, ku siapkan senjata dan pembekalan ku untuk hari ini. Jantung ku mulai berdebar, ku langkahkan kaki ku dengan restu ibunda dan ayah ku, ku ucapakn salam dengan mencium kedua tangan bunda dan ayah ku.
Sembari berkata “bunda doa’akan anak mu ini, izinkanlah aku untuk membahagiakanmu”
“tanpa kau meminta kami selalu mendoakan mu anak ku” jawaban sang bunda dengan rasa senang dan bangga akan anaknya ini, begitu aku rasakan “Alhamdulillah”,
 melihat mentari yang semakin menyantap bumi, aku pun segera pergi dengan menunggangi kuda besi ku yang sudah renta, selama perjalanan hati semakin berdebar-debar, karena aku akan berperang dengan rumus-rumus matematika, dalam benak ku selalu terpikirkan “ ada di kelas mana aku?, duduk dengan siapa aku? Siapa saja teman yang sekelas dengan ku?” terus menerus itu yang ku pikirkan bukanlah rumus-rumus matematikanya, yah begitulah, namanya juga laki-laki remaja, aku duduk di kelas XI, aku berharap aku akan di pasangkan dengan adik kelas, ya mudah-mudah si dengan anak perempuan, hehe sambil senyum-senyum sendiri di jalanan, untung saja jalanan masih sepi, jadi aku tidaklah di kira orang gila baru.
Di kejauhan di sambutlah aku dengan muka asam dan kumis tebal sang penjaga sekolah, yang biasa kami sebut dengan pak udin, pak udin ini orangnya tegas jika sudah telat dia tidak akan mengizinkan kami untuk masuk sekolah, aku segera untuk masuk kedalam sekolah sambil menyapanya
“selamat pagi pak…” dia pun tersenyum dengan di tutupi kumis tebalnya.
Mulailah aku di sibukan dengan mencari nama ku, ada di mana aku berada, harap-harap cemas ku datangi satu-persatu masing-masing kelas, karena terlalu sibuknya mencari, aku pun menabrak seseorang dengan tidak sengaja, sampai-sampai dia terjatuh, aduuh ceroboh sekali aku ini, ketika ku lihat ternyata dia adalah wanita yang ku kagumi,teman-temannya biasa memanggilnya Aida, hati ku langsung tak menentu, langsung saja ku lontarkan rasa maaf ku sambil ku ulurkan tangan ku, wah… wah… seperti film india yah, hati ini berbunga-bunga ketika dia mengucapkan “terimakasih ka…” sambil tersenyum.
Tak lama kemudian bel masuk pun berbunyi, syukurnya aku telah menemukan tempat dimana aku akan menjadi peserta semester ganjil, segeralah aku bergegas dan duduk menuju meja ku, tapi dalam hati, aku masih penasaran siapa yang akan menjadi pasangan ku, tiba-tiba Aida pun masuk ke dalam kelas yang sama dengan ku, “wah… mudah-mudahan dia satu meja dengan ku”, dengan hati berharap. Langkah kakinya ku hitung mengikuti detak jantung ku, “deg-deg-deg”, sambil tersenyum dia menghampiri ku, owh… betapa senangnya hati ku.

Permisi ka… duduklah dia di samping ku, hati ku benar-benar kegirangan, ingin rasanya aku terbang ke langit ke tujuh, disinilah aku mulai mengenalnya lebih dekat. Pak guru pun masuk dan membagikan kertas ulangan matematika beserta lembar jawabannya. Dengan sikap yang tenang aku berlaga jadi orang pintar, namanya juga lagi caper…, hehe.
Disinilah aku mulai berpikir, bagaimana aku dapat menggenggam hati sang bidadari, sembari menunggu pak guru membagikan soal semester, aku pun mulai betanya-tanya tentang hidupnya, alhasil hari itu kami mulai saling  mengenal satu sama lain. Ternyata dia tidak hanya cantik , tetapi dia juga anak yang rajin dan cerdas, dia selalu jadi juara umum sewaktu di MTs. Dalam benak ku “ wah… aku harus bisa seperti dia, jika tidak mana mungkin dia mau dengan orang bodoh seperti ku,” dari situlah aku mulai bergriliya dalam belajar, semua yang ku anggap tidak ada gunanya mulai ku tinggalkan, dari nongkrong, main playstation, balap motor tiap malam,  itu semua demi sang pujaan hati ku.
Dari waktu ke waktu, hari demi hari, ku jalani semester ganjil ku dengan semangat 45,selalu ku menjadi sandaran untuk Aida bertanya, saat itulah aku menunjukan hasil griliya belajar yang kulakukan setiap hari, sampai-sampai aku lupa dengan isi perut ku, ternyata apa yang ku lakukan tidaklah sia-sia. Semakin hari, kami berdua semakin dekat, tak terasa hari ini adalah hari terakhir kami mengikuti semester ganjil, mengingat esok lusa semester sudah usai. Dengan hati gemetar bercampur senang, ku tuliskan satu kalimat tersirat lewat selembar tissu, yang telah ku hiasi mawar kuncup tanda cinta yang mulai tumbuh.
Dengan hati beribu rasa, kutunjukan tissu itu kepadanya, Aida pun tersenyum simpuh, entah apa yang ku rasakan, yang pasti aku bertanya-tanya tentangnya, tak lama dia pun mengambil tissu itu dan menuliskan “Jika kaka benar-benar menyayangiku tunggulah sampai saat pembagian rapot”. Tak panjang lebar “OK, pasti kaka tunggu”, sambil tersenyum kegirangan, di selimuti rasa senang yang memuncak ku katakana.
Sang surya mulai di telan bumi, ayam jago berterbangan ke kandangnya, lima hari telah ku lalui, bayang wajahnya tidak dapat terlepas dari pikiran ku, malam ini hatiku gelisah tak menentu, dan ku tatap sang bulan purnama yang sedang tersenyum, seakan memberi ku energi positif dan berkata “aku mendukung mu”, aku pun semakin yakin, dan kuserahkan semuanya kepada sang Kholik, malam semakin larut aku pun memutuskan untuk merebahkan badan, ku tutup mata dengan doa dan harapan “ ya Allah jika dia baik untuk ku dekatkanlah, tapi jika tidak maka jauhkan lah”, itu lah doa yang ku panjatkan selama lima hari terakhir ini.
Tak terasa tabung pun sudah berbunyi dan berkumandanglah suara adzan yang memecah sunyi dan di hiasi sahutan ayam, aku bangkit dan bergegas untuk bersujud, “ Ya Allah Izinkan lah aku menjaganya dan jadikanlah aku juara klas”, doa ku di pagi hari. Dengan ridho dan doa ibu, ku langkahkan kaki ku, sampai lah aku di sekolah, dengan hati yang tak menentu, aku pun masuk kedalam kelas dan menunggu pak guru memanggil nama ku. kebiasaan wali kelas ku, jika pembakian rapot, yang juara kelas pasti di panggil terakhir,detik demi detik nama ku tidak lah di panggil juga, “ada apa gerangan?” Tanya ku, tak ku sangka dan tak ku kira semua usaha dan doa ibu ku, telah Allah kabulkan, dengan hati terharu, ku lakukan sujud syukur di kelas ku, berterimakasih kepada sang kholik yang memberiku kenikmatan yang luar biasa. Ketika ku terbangun dari sujud, terlihatlah senyum Aida yang tengah menyaksikan ku, ku balas senyumannya dan ku hampiri dia, seketika itu juga dia membuka selembar tissu yang bertuliskan…

THE END

18 komentar: