Hadiah Semester Ganjil
Pagi yang cerah, mentari mulai
melahap bumi, kicau burung, ayam berkokok, bunyi tabuh dan kumandang adzan
saling bersahutan, aku bergegas untuk memenuhi perintahnya, ku basuh tubuh ku
dengan air suci penuh doa, wajah ku yang kelam terasa segar dengan percikan air
dan embun pagi.
Mentari semakin naik ke atas
bukit, ku bergegas memakai seragam sekolah, mengingat hari ini adalah hari
pertama aku akan mulai berperang, ku siapkan senjata dan pembekalan ku untuk
hari ini. Jantung ku mulai berdebar, ku langkahkan kaki ku dengan restu ibunda
dan ayah ku, ku ucapakn salam dengan mencium kedua tangan bunda dan ayah ku.
Sembari berkata “bunda doa’akan
anak mu ini, izinkanlah aku untuk membahagiakanmu”
“tanpa kau meminta kami selalu
mendoakan mu anak ku” jawaban sang bunda dengan rasa senang dan bangga akan
anaknya ini, begitu aku rasakan “Alhamdulillah”,
melihat mentari yang semakin menyantap bumi,
aku pun segera pergi dengan menunggangi kuda besi ku yang sudah renta, selama
perjalanan hati semakin berdebar-debar, karena aku akan berperang dengan
rumus-rumus matematika, dalam benak ku selalu terpikirkan “ ada di kelas mana
aku?, duduk dengan siapa aku? Siapa saja teman yang sekelas dengan ku?” terus
menerus itu yang ku pikirkan bukanlah rumus-rumus matematikanya, yah begitulah,
namanya juga laki-laki remaja, aku duduk di kelas XI, aku berharap aku akan di
pasangkan dengan adik kelas, ya mudah-mudah si dengan anak perempuan, hehe
sambil senyum-senyum sendiri di jalanan, untung saja jalanan masih sepi, jadi
aku tidaklah di kira orang gila baru.
Di kejauhan di sambutlah aku
dengan muka asam dan kumis tebal sang penjaga sekolah, yang biasa kami sebut
dengan pak udin, pak udin ini orangnya tegas jika sudah telat dia tidak akan
mengizinkan kami untuk masuk sekolah, aku segera untuk masuk kedalam sekolah
sambil menyapanya
“selamat pagi pak…” dia pun
tersenyum dengan di tutupi kumis tebalnya.
Mulailah aku di sibukan dengan
mencari nama ku, ada di mana aku berada, harap-harap cemas ku datangi
satu-persatu masing-masing kelas, karena terlalu sibuknya mencari, aku pun
menabrak seseorang dengan tidak sengaja, sampai-sampai dia terjatuh, aduuh
ceroboh sekali aku ini, ketika ku lihat ternyata dia adalah wanita yang ku
kagumi,teman-temannya biasa memanggilnya Aida, hati ku langsung tak menentu, langsung
saja ku lontarkan rasa maaf ku sambil ku ulurkan tangan ku, wah… wah… seperti
film india yah, hati ini berbunga-bunga ketika dia mengucapkan “terimakasih
ka…” sambil tersenyum.
Tak lama kemudian bel masuk pun
berbunyi, syukurnya aku telah menemukan tempat dimana aku akan menjadi peserta
semester ganjil, segeralah aku bergegas dan duduk menuju meja ku, tapi dalam
hati, aku masih penasaran siapa yang akan menjadi pasangan ku, tiba-tiba Aida
pun masuk ke dalam kelas yang sama dengan ku, “wah… mudah-mudahan dia satu meja
dengan ku”, dengan hati berharap. Langkah kakinya ku hitung mengikuti detak
jantung ku, “deg-deg-deg”, sambil tersenyum dia menghampiri ku, owh… betapa
senangnya hati ku.
Permisi ka… duduklah dia di samping
ku, hati ku benar-benar kegirangan, ingin rasanya aku terbang ke langit ke
tujuh, disinilah aku mulai mengenalnya lebih dekat. Pak guru pun masuk dan
membagikan kertas ulangan matematika beserta lembar jawabannya. Dengan sikap
yang tenang aku berlaga jadi orang pintar, namanya juga lagi caper…, hehe.
Disinilah aku mulai berpikir,
bagaimana aku dapat menggenggam hati sang bidadari, sembari menunggu pak guru
membagikan soal semester, aku pun mulai betanya-tanya tentang hidupnya, alhasil
hari itu kami mulai saling mengenal satu
sama lain. Ternyata dia tidak hanya cantik , tetapi dia juga anak yang rajin
dan cerdas, dia selalu jadi juara umum sewaktu di MTs. Dalam benak ku “ wah…
aku harus bisa seperti dia, jika tidak mana mungkin dia mau dengan orang bodoh seperti
ku,” dari situlah aku mulai bergriliya dalam belajar, semua yang ku anggap
tidak ada gunanya mulai ku tinggalkan, dari nongkrong, main playstation, balap
motor tiap malam, itu semua demi sang
pujaan hati ku.
Dari waktu ke waktu, hari demi
hari, ku jalani semester ganjil ku dengan semangat 45,selalu ku menjadi
sandaran untuk Aida bertanya, saat itulah aku menunjukan hasil griliya belajar
yang kulakukan setiap hari, sampai-sampai aku lupa dengan isi perut ku,
ternyata apa yang ku lakukan tidaklah sia-sia. Semakin hari, kami berdua
semakin dekat, tak terasa hari ini adalah hari terakhir kami mengikuti semester
ganjil, mengingat esok lusa semester sudah usai. Dengan hati gemetar bercampur
senang, ku tuliskan satu kalimat tersirat lewat selembar tissu, yang telah ku
hiasi mawar kuncup tanda cinta yang mulai tumbuh.
Dengan hati beribu rasa,
kutunjukan tissu itu kepadanya, Aida pun tersenyum simpuh, entah apa yang ku
rasakan, yang pasti aku bertanya-tanya tentangnya, tak lama dia pun mengambil
tissu itu dan menuliskan “Jika kaka benar-benar menyayangiku tunggulah sampai
saat pembagian rapot”. Tak panjang lebar “OK, pasti kaka tunggu”, sambil
tersenyum kegirangan, di selimuti rasa senang yang memuncak ku katakana.
Sang surya mulai di telan bumi,
ayam jago berterbangan ke kandangnya, lima hari telah ku lalui, bayang wajahnya
tidak dapat terlepas dari pikiran ku, malam ini hatiku gelisah tak menentu, dan
ku tatap sang bulan purnama yang sedang tersenyum, seakan memberi ku energi
positif dan berkata “aku mendukung mu”, aku pun semakin yakin, dan kuserahkan
semuanya kepada sang Kholik, malam semakin larut aku pun memutuskan untuk
merebahkan badan, ku tutup mata dengan doa dan harapan “ ya Allah jika dia baik
untuk ku dekatkanlah, tapi jika tidak maka jauhkan lah”, itu lah doa yang ku
panjatkan selama lima hari terakhir ini.
Tak terasa tabung pun sudah
berbunyi dan berkumandanglah suara adzan yang memecah sunyi dan di hiasi
sahutan ayam, aku bangkit dan bergegas untuk bersujud, “ Ya Allah Izinkan lah
aku menjaganya dan jadikanlah aku juara klas”, doa ku di pagi hari. Dengan
ridho dan doa ibu, ku langkahkan kaki ku, sampai lah aku di sekolah, dengan hati
yang tak menentu, aku pun masuk kedalam kelas dan menunggu pak guru memanggil
nama ku. kebiasaan wali kelas ku, jika pembakian rapot, yang juara kelas pasti
di panggil terakhir,detik demi detik nama ku tidak lah di panggil juga, “ada
apa gerangan?” Tanya ku, tak ku sangka dan tak ku kira semua usaha dan doa ibu
ku, telah Allah kabulkan, dengan hati terharu, ku lakukan sujud syukur di kelas
ku, berterimakasih kepada sang kholik yang memberiku kenikmatan yang luar
biasa. Ketika ku terbangun dari sujud, terlihatlah senyum Aida yang tengah
menyaksikan ku, ku balas senyumannya dan ku hampiri dia, seketika itu juga dia
membuka selembar tissu yang bertuliskan…
THE END