Jumat, 26 Juni 2015

Jurnal Penelitian AFINITAS NOVEL RANTAU MUARA DAN MENGEJAR-NGEJAR MIMPI : TEORI INTERTEKSTUAL

AFINITAS NOVEL RANTAU MUARA DAN MENGEJAR-NGEJAR MIMPI : TEORI INTERTEKSTUAL
Disusun sebagai tugas individu pada mata kuliah Sastra Banding










                                                                  Disusun Oleh :
                                                         Nama               : Didit Maulana
                                                         NIM                : 12.88.20.11.28
                                                         Kelas               : B.2
                                                         Semester          : VI (enam)
 
 











PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2015/2016













  1. ABSTRAK
Sastra merupakan sebuah karya yang tidak akan pernah punah selama peradaban manusia tetap berlangsung. Kenapa demikian, karena sastra diciptakan oleh manusia itu sendiri. Sastra juga diperkenalkan dan dipelajari oleh masyrakat sejak duduk di sekolah dasar. Baik itu puisi, syair, cerpen, novel maupun roman. Penelitian ini memaparkan perbandingan antara novel “Rantau Muara” dan “Mengejar-ngejar Mimpi”. Perbandingan karya novel tersebut dilakukan dengan disiplin ilmu, yaitu sastra bandingan. Membandingkan dua karya sastra atau lebih menjadi objek kajian dalam sastra bandingan.
Dalam kamus Webster dikumukakan bahwa sastra bandingan mempelajari hubungan timbal balik karya sastra dari dua atau lebih kebudayaan nasional yang biasanya berlainan bahasa, dan terutama pengeruh karya sastra yang satu terhadap karya sastra yang lain. Jadi sastra banding adalah kegiatan membandingkan dua karya sastra yang berbeda yang tidak melihat dari satu unsur saja, melainkan secara keseluruhan. Penelitian ini penulis fokuskan pada kajian afinitas antara kedua karya sastra yang berbeda yaitu “Rantau Muara” dan “Mengejar-ngejar Mimpi”. Afinitas merupakan keterkaitan unsur dalam antar karya sastra. Kegiatan pengkajian sastra banding ini menggunakan teori intertekstualitas. Teori intertekstual digunakan untuk melihat teks dari kedua karya sastra tersebut. Selain itu, dapat menggali secara maksimal makna-makna yang terkandung dalam suatu teks sastra.
Kata Kunci      : Sastra banding, afinitas, teori intertekstualitas.




  1. PENDAHULUAN
Sastra merupakan gagasan seseorang yang dituangkan lewat tulisan yang indah. jenis sastra dari zaman ke zaman selalu mengalami perubahan. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa sistem sastra yang ada bukanlah merupakan satu sistem yang baku, merupakan suatu sistem yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan budaya. Fananie (2002:7). Karya sastra yang semakin berkembang, perlulah dilakukan kajian. Baik kajian terhadap teks sastra maupun kajian yang lainnya seperti kajian sastra bandingan, pragmatik, semiotik, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, yang akan digunakan dalam mengakaji dua buah karya sastra adalah kajian satra bandingan.
Dalam kamus Webster dikumukakan bahwa sastra bandingan mempelajari hubungan timbal balik karya sastra dari dua atau lebih kebudayaan nasional yang biasanya berlainan bahasa, dan terutama pengeruh karya sastra yang satu terhadap karya sastra yang lain. Jadi sastra banding adalah kegiatan membandingkan dua karya sastra yang berbeda yang tidak melihat dari satu unsur saja, melainkan secara keseluruhan.
Novel “Rantau Muara” dan “Mengejar-ngejar Mimpi” akan peneliti bandingkan dengan melihat unsur-unsur secara keseluruhan dan juga melihat hubungan afinitas satu sama lainya. Kegiatan perbandingan karya sastra , yakni novel “Rantau Muara” dan Mengejar-ngejar Mimpi”, pada hakikatnya untuk melihat persamaan dan perbedaan antarkarya sastra yang pada akhirnya berupaya untuk memberikan pemahaman yang lebih luas kepada masyarakat pembaca mengenai karya sastra sebagai hasil pemikiran manusia. Kajian perbandingan ini peneliti menggunakan teori intertekstual.
Penelitian atau kajian yang dilakukan ini bertujuan untuk membandingkan dua karya sastra, novel “Rantau Muara” dengan “Mengejar-ngejar Mimpi”. Selain itu juga untuk mengetahui perbedaan dan persamaan dari perbandingan tersebut. Perbandingan yang dilakukan dalam penelitian ini difokuskan pada afinitas kedua karya sastra tersebut. Penelitian ini menggunakan teori intertekstual untuk lebih memudahkan dalam menggali makna dari kedua karya sastra tersebut, sehingga afinitas mudah didapatkan.


  1. KAJIAN TEORI
1.      Hakikat sastra bandingan
Menurut Endraswara (2011:1-2) hakikat sastra bandingan adalah membandingkan dua karya atau lebih. Menurut Damono (2005:1), sastra bandingan adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang tidak mengahsilkan teori sendiri. Bisa dikatakan, teori apapun dapat dimanfaatkan dalam penelitian sastra bandingan, sesuai dengan objek dan tujuan penelitian. Jadi, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa sastra bandingan adalah kegiatan membandingkan dua karya sastra atau lebih yang memiliki persamaan dan perbedaan dalam hal unsur-unsur yang dikandungnya.
2.      Teori intertekstualitas
Secara luas, interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks lainnya. Secara etimologis berasal dari bahasa Latin, textus berarti tenunan, anyaman, penggabungan, susunan, dan jalinan. Ratna (2012:172). Suatu teks baru muncul didasari pada teks-teks yang mendahuluinya. Teks-teks terdahulu dapat dikatakan sebagai hipogram (hypogram). Hipogram dapat berupa ide, gagasan, wawasan, dan lain sebagainya yang terdapat dalam teks-teks terdahulu. Hipogram inilah yang menjadi konsep penting dalam teori interteks, terutama dalam mengungkap afinitas dua buah sastra.
3.      Afinitas dalam sastra bandingan
Menurut Hutomo (1993: 11-12) afinitas adalah keterkaitan unsur-unsur intrinsik dalamkarya sastra, misalnya unsur struktur, gaya bahasa, tema, mood (suasana yang terkandung dalam karya sastra) dan lain-lain, yang dijadikan bahan penulisan karya sastra.
Endraswara (2011:144) menyatakan, kata afinitas itu berasal dari bahasa latin ad (dekat) dan finis (batas). Dalam ilmu antropologi kata afinitas diberi makna hubungan kekerabatan yang terwujud karena adanya perkawinan. Makna kekerabatan yaitu adanya kesamaan unsur dan hubungan antar jenis. Dalam ilmu sastra bandingan diartikan sebagai keterkaitan unsur-unsur intrinsik (unsur dalaman) karya sastra misalnya : unsur struktur, gaya, tema, (ide), mood (suasana yang terkandung dalam karya sastra), dan lain sebagainya yang dijadikan bahan penulisan karya sastra. Dapat penulis simpulkan, afinitas adalah keterkaitan unsur-unsur dalam atau struktur pada sebuah karya sastra yang dijadikan bahan penulisan karya sastra.
  1. METODE
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik deskriptif analisis dan menggunkan teori intertektualitas. Deskriptif analisis ialah teknik yang dilakukan dengan cara memaparkan sesuatu atau fakta-fakta yag terdapat dalam penelitian kemudian dilakukan analisis. Secara etimologis deskriptif dan analisis berarti menguraikan. Analisis berasal dari bahasa Yunani analyein (ana= atas, lyein =urai), kata tersebut telah diberi arti tambahan, tidak semata-mata menguraikan melainkan memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya. Ratna (2012:53).
Endaraswara (2011:201-202) Intertekstual merupakan studi yang mempelajari keseimbangan antara unsur intrinsik dan esktrinsik teks yang disesuaikan denga fungsi teks di masyarakat. Penelitian itertekstualitas di pihak lain mengasumsikan bahwa sebuah karya ditulis berdasarkan karya yang lain, yaitu karya yang menjadi hipogramnya. Demikian pula dengan sastra bandingan, yang berasumsi bahwa ada “deretan” sastra yang memiliki kemiripan satu sama lain.
  1. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.      Sinopsis
a)      Sinopsis Novel Rantau Muara karya “Ahmad Fuadi”
Alif lulus dari Universitas Padjajaran Bandung dengan nilai yang sangat memuaskan. Tentunya ia yakin perusahaan akan berlomba mendapatkannya. Namun, ia di wisuda di waktu yang kurang tepat. Pada saat itu, di akhir tahun 90-an, Indonesia mengalami krisis moneter sehingga ia kesulitan mencari pekerjaan. Berkali-kali ia mengirim lamaran pekerjaan, namun hasilnya nihil. Ia mengalami kegalauan yang sangat hebat. Di sisi lain ia juga harus membiayai amak dan adik-adiknya.
Dimulai dengan mulai mengirimkan surat lamaran pekerjaan, kemudian menerima juga surat balasan yang ternyata isinya adalah penolakan hingga sampai juga akhirnya ia merima surat yang membawa angin segar bahwa ia diterima bekerja. Di Jakarta. Ketika ia bersiap untuk pindah dari Bandung ke Jakarta, ada satu surat yang datang membuatnya kembali limbung. Surat yang mengabarkan bahwa penerimaannya oleh perusahaan dibatalkan.
Setitik sinar muncul ketika Alif diterima menjadi wartawan di sebuah majalah terkenal di Jakarta. Di sana, ia bertemu dengan seorang gadis yang dulu pernah dia curigai. Gadis itu bernama Dinara yang ternyata adalah temannya Raisa. Lambat laun hatinya tertarik pada Dinara.
Dari Jakarta, terbuka cakrawala baru. Alif meraih beasiswa keWashington DC, dia kuliah sambil bekerja menjual tiket. Di sana ia bertemu dengan Garuda, ia orang Indonesia asli orang Jawa. Bersamanya ia tinggal di Amerika. Dia sangat menyayangi alif layaknya adik sendiri. Cerita-ceritanya sangat menginspirasi Alif. Baik itu cerita tentang keluarganya ataupun tentang calon istrinya.
Dari situ akhirnya alif mulai berfikiran untuk melamar gadis pujaan hatinya, Dinara. Proses pendekatan kepada papa nya Dinara, itu yang paling sulit. Karena awalnya papa nya Dinara tak merestui hubungan mereka. Namun Alif tak pernah menyerah, ia terus berusaha menarik hati papanya. Yang pada akhirnya merestuinya.
Dengan penuh semangat, Alif terbang dari Amerika menuju Indonesia. Hal yang paling dinantinya akhirnya tiba juga. Ia menikah dengan Dinara.
Usai pernikahan, mereka terbang lagi ke Amerika, dari situ mereka menjalani hidup yang penuh luka-liku di Amerika. Dinara menjadi wartawan di sebuah majalah terkemuka di Amerika, lalu setelah lulus kkuliah Alif menyusul Dinara. Mereka hidup bahagia, gaji yang besar membuat mereka mudah melakukan apapun di Amerika. Pun cita-citanya untuk membantu Amak dan adik-adiknya di kampung tercapai jua. Mereka jujga mampu menjadi wartawan yang paling berprestasi, mampu menjadi wartawan teladan bagi semua wartawan di majalah tersebut. Sampai terjadi peristiwa 11 September 2001 di World Trade Center, New York, yang menggoyahkan jiwanya. Garuda, yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri menjadi korban peristiwa tersebut. Alif dipaksa memikirkan ulang misi hidupnya.
Mantra ketiga “man saara ala darbi washala” ( siapa yang berjalan di jalannya akan sampai pada tujuan ) menuntun perjalanan pencarian misi hidup Alif. Hidup hakikatnya adalah perantauan “Hidupku kini ibarat mengayuh biduk membelah samudera hidup. Selamanya akan naik turun dilamun gelombang dan ditampar badai. Tapi aku tidak akan merengek pada air, pada angin, dan pada tanah. Yang membuat aku kukuh adalah aku tahu kemana tujuan akhirku di ujung cakrawala.” (hal. 395)
Rantau 1 Muara bercerita tentang konsistensi untuk terus berkayuh menuju tujuan, tentang pencarian belahan jiwa, dan menemukan tempat bermuara. Muara segala muara.
b)      Sinopsis Novel Mengejar-ngejar Mimpi karya “Dedi Padiku”
Novel ini merupakan diary kocak seorang Dedi Padiku, novel ini merupakan perjalanan hidup seorang penulis dalam menggapai cita-citanya. Di awali dengan kisah pertama masuk sekolah SMK di Gorontalo. Dedi Padiku sudah mendapatkan kesialan karena mendapat hukuman untuk merayu wanita di depan semua siswa baru dan panitia OSIS. Tidak hanya merayu, setelah seorang perempuan dia dapatkan semua panitia menyuruh Dedi untuk menciumnya.
Ketika masa sekolah di SMK Dedi adalah seorang pemuda yang hidupnya serba kurang bahkan bisa dikatakan pemuda miskin. Dedi sekolah sambil bekerja menjadi sorang sopir angkot. Dia bekerja setelah pulang sekolah menggantikan pamannya untuk membiayai hidup dan adiknya. Dedi Padiku adalah seorang pemuda yang cukup pintar dikelasnya, di sekolah dia mempunyai seorang sahabat yaitu Iton teman duduk sebangkunya.
Di SMK Gorontalo semasa Dedi sekolah, dia sudah dilibatkan dengan persoalan percintaan dengan seorang wanita yang sangat dikagumi oleh para siswa lelaki di sekolahannya tersebut. Iyen adalah perempuan yang sangat Dedi sayangi, tapi untuk mendapatkannya tidaklah mudah. Dedi dan Iyen mempunyai tempat yang istimewa di sekolah yaitu belakang sekolah. Tempat itulah yang menjadi awal terjadinya cinta di antara keduanya. Untuk mendapatkan Iyen haruslah bersaing dengan banyak lelaki di sekolah. Dari Aan siswa yang rela memodifikasi motornya melebihi harga motor barunya demi mendapatkan Iyen dan Ranto yang berjanji akan membelikan kapal pesiar. Tidak hanya Aan dan Ranto, ternyata sahabatnya Iton pun ternyata diam-diam menyukai Iyen. Tapi semua saingannya berlalu begitu saja, Iyen yang perempuan yang pertama kali Dedi rayu dan dicium pipinya di depan semua siswa, telah memilihnya walaupun hanya pemuda miskin dan sopir angkot. Tapi kisah cinta mereka berakhir begitu saja Iyen akhirnya bersama Iton, tapi hatinya tetap kepada Dedi. Dedi pun meninggalkan Iyen untuk mencari keluarganya.
Setelah lulus dari SMK, Dedi pun ikut seleksi untuk ke Jepang, namun cita-citnya kandas karena tinggi badanya kurang 2cm. setelah gagal ke Jepang, Dedi pun terpuruk di kota Palu. Dia memulai dari awal dengan mengikuti kerabatnya menjadi tukang bangunan. Berakhirnya jadi tukang bangunan Dedi ditwari menjadi sopir pribadi dari anggota dewan. Kamudian Dedi pergi menado dan manjadi seorang selsmen. Sebelum ke Jakarta Dedi singgah ke Makasar dia bergaul dengan para mahasiswa bersama temannya. Disitu dia mendapatkan pengalaman dan pengetahuan bahwa sukses itu tidak harus kuliah.
Susai impian dan cita-citanya yaitu kenginan menjadi seorang penulis terkenal, Dedi Padiku akhirnya merantau ke Jakarta. Pertama kali dia datang Dedi menjadi sangat susah mencari kerja dan akhirnya ditawir menjadi jasa laundry tanpa mesin. Ternyata pekerjaan lelaki memuaskan wanita yang kesepian. Akhirnya dia menjadi Sopir kembali, ditengah-tengah kesibukannya menjadi sopir seorang dokter, dia terus membaca buku-buku dan mulai menulis. Pertama kali Dedi bertemu seorang penulis ketika dia mengikuti seminar yang pembeiacranya Zara Zettira. Disitu semangat menulisnya semakin berkobar. Dedi pun terus berusaha mewujudkan mimpinya dan bertemu dengan para penulis lainnya seperti Gola Gong dan Raditya Dika. Yang terus menginpirasinya untuk terus menjadi penulis terkenal. Akhirnya Dedi pun berkeinginan bertemu dengan Asma Nadia, dalam benaknya Asma Nadia sudah mempunyai penerbit sendiri. Dan mungkin bisa membantunya untuk menerbitkan tulisannya.
Akhirnya Dedi pun berkunjung ke tempat Asma Nadia dan mengirimkan tulisannya, tapi tidak bisa bertemu dengan mbak Asma. Tulisannya pun di titipkanya pada Rifa. Di situ Dedi terasa disambar petir , tapi dia tidak putus asa ingin bertemu dengan Asma Nadia. Dia rela menunggu berjam-jam dan mendatangi tempat Asma Nadia kantor TV One. Yang katanya sedang syuting. Tapi Asma Nadia tidak ada disana karena syuting Titian Qolbu di masjid-masjdi bukanlah di Kantor TV One.
Dengan tekad yang kuat, Dedi terus berusaha mencari informasi tentang Asma Nadia, dan akhirnya dia pun mendengar kabar bahwa Asma Nadia mengadakan Workshop kepenulisan yang pembicaranya langsung beliau. Tanpa berpikir panjang Dedi pun langsung mendaftar. Di workshop dia mendapakan ilmu kepenulisan yang luar biasa. Selama tujuh bulan semenjak workshop tersebut dia mengamalkan ilmu kepenulisan yang dia dapatkan. Dan Dedi akhirnya diundang oleh Asma Nadia lewat akun facebooknya bertemu di IBF. Dedi ditawari untuk bekerja disana dengan memegang kendali online di penerbitannya.

2.      Titik Kesamaan
Terlepas dari asumsi apakah Dedi Padiku dalam novel  “Mengejar-ngejar Mimpi” yang ditulis pada Tahun 2014 oleh Dedi Padiku, mendapat pengaruh dari novel ”Rantau Muara” karya Ahmad Fuadi yang ditulis pada Tahun 2013. Karya ini menurut peneliti mempunyai banyak kemiripan.
a)      Tema : Semangat dalam menggapai mimpi (cita-cita)
Dalam mencapai sebuah mimpi itu tidaklah mudah, dibutuhkan tekad yang kuat dan cita-cita yang besar untuk sukses. Tentunya dengan berbagai usaha dan doa, serta kita harus mampu mengahdapi rintangan-rintangan yang datang mengahadang. Seperti kisah dari novel “Rantau Muara” Alif yang merupakan pemuda miskin yang berasal dari kampung, mempunyai mimpi untuk kuliah di luar negeri dan mengelilingi berbagai belahan Dunia. Dan semua itu terwujudkan oleh Alif, karena kegigihan dan doa serta keyakinan hati dengan mantra man jadda wajada siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Kisah serupa juga dialami oleh Dedi padiku dalam novel ”Mengejar-ngejar Mimpi” Dedi juga merupakan pemuda miskin yang merantau ke Jakarta hanya demi cita-cinta ingin menjadi seorang penulis terkenal. Dia rela membayar workshop kepenulisan yang diadakan Asma Nadia yang hampir setengah gajihnya. dan cuti menjadi sopir. Akhirnya cita-cita Dedi pun tercapai dengan kesungguhannya untuk menggapai mimpinya menjadi penulis terkenal.
Kisah petualangan hidup antara Alif dan Dedi Padiku memiliki kesamaan yaitu kegigihan dan semangat yang terus berkobar untuk menggapai cita-citanya. Dan berakhir dengan tercapainya cita-cita mereka. Selain itu, kedua novel ini ditulis sesuai dengan pengalaman pribadi dari penulisnya masing-masing.


b)      Konflik Batin
Konflik yang dialami dalam novel “Rantau Muara” dan “Mengejar-ngejar Mimpi” yaitu sama-sama mempunyai tekad yang kuat untuk mewujudkan mimpinya. Yang di dalamnya terdapat persoalan cinta, pahitnya hidup indahnya bersahabat serta kehilangan seseorang yang sangat disayangi.
c)      Karakter Tokoh
Novel “Rantau Muara” dengan “Mengejar-ngejar Mimpi” mengambarkan tokoh yang pantang menyerah, pantang putus asa, percaya diri, cerdas baik hati. Keduanya berasal dari keluarga miskin tapi mereka tidak mau kalah dengan keadaan. Mereka percaya bahwa mereka bisa menggapai cita-citanya.
3.      Titik Beda
Selain persamaan yang terdapat dalam novel “Rantau Muara” dan “Mengejar-ngejar Mimpi”. Terdapat pula perbedaan antara keduanya. Perbedaan tersebut sebagai berikut:
a)      Alif mempunyai cita-cita ingin kuliah di luar negeri dan mengelilingi Duni. Sedangkan Dedi Padiku bercita-cita ingin menjadi seorang penulis terkenal seeperti Asma Nadia.
b)      Petualangan dalam mewujudkan cita-cita dalam novel “Rantau Muara” Alif dimulai ketika lulus kuliah di Bandung. Sedangkan novel “Mengejar-ngejar Mimpi” Dedi Padiku, di mulai ketika lulus dari SMK Gorontalo.


  1. SIMPULAN
Penelitian ini mengungkapkan afinitas antara dua karya sastra, yakni novel “Rantau Muara” dengan “Mengejar-ngejar Mimpi”. Afinitas diungkapkan dengan cara membandingkan dua karya sastra tersebut dengan teori intertekstual. Dari afinitas itu dapat diketahui bahwa terdapat persamaan  dan perbedaan. Diantaranya terdapat persamaan tema, karakter tokoh utama, dan juga konflik batin. Perbedaanya terletak pada tujuan atau cita-cita pelaku utama dan awal permulaan cerita.

DAFTAR PUSTAKA
Damono, Sapardi Djiko.2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta:Pusat
Bahasa Depdiknas
Edwarsa,Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta : Buku Pop
Fuadi, Ahmad. 2013. Rantau Muara. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Fananie, Zaenudin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta: Muahammadiyah University Press
Hutomo, Suripan Sadi. 1993. Merambah Matahari : Sastra dalam Perbandingan.
Surabaya: Gaya Masa
Padiku, Dedi. 2014. Mengejar-ngejar Mimpi. Depok: Asmanadia Publishing House
Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar