AFINITAS
NOVEL RANTAU MUARA DAN MENGEJAR-NGEJAR MIMPI : TEORI INTERTEKSTUAL
Disusun
sebagai tugas individu pada mata kuliah Sastra Banding
|
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH TANGERANG
2015/2016
- ABSTRAK
Sastra merupakan sebuah
karya yang tidak akan pernah punah selama peradaban manusia tetap berlangsung.
Kenapa demikian, karena sastra diciptakan oleh manusia itu sendiri. Sastra juga
diperkenalkan dan dipelajari oleh masyrakat sejak duduk di sekolah dasar. Baik
itu puisi, syair, cerpen, novel maupun roman. Penelitian ini memaparkan
perbandingan antara novel “Rantau Muara” dan “Mengejar-ngejar Mimpi”.
Perbandingan karya novel tersebut dilakukan dengan disiplin ilmu, yaitu sastra
bandingan. Membandingkan dua karya sastra atau lebih menjadi objek kajian dalam
sastra bandingan.
Dalam kamus Webster
dikumukakan bahwa sastra bandingan mempelajari hubungan timbal balik karya
sastra dari dua atau lebih kebudayaan nasional yang biasanya berlainan bahasa,
dan terutama pengeruh karya sastra yang satu terhadap karya sastra yang lain.
Jadi sastra banding adalah kegiatan membandingkan dua karya sastra yang berbeda
yang tidak melihat dari satu unsur saja, melainkan secara keseluruhan.
Penelitian ini penulis fokuskan pada kajian afinitas antara kedua karya sastra
yang berbeda yaitu “Rantau Muara” dan “Mengejar-ngejar Mimpi”. Afinitas
merupakan keterkaitan unsur dalam antar karya sastra. Kegiatan pengkajian
sastra banding ini menggunakan teori intertekstualitas. Teori intertekstual
digunakan untuk melihat teks dari kedua karya sastra tersebut. Selain itu,
dapat menggali secara maksimal makna-makna yang terkandung dalam suatu teks
sastra.
Kata Kunci : Sastra banding, afinitas, teori intertekstualitas.
- PENDAHULUAN
Sastra merupakan
gagasan seseorang yang dituangkan lewat tulisan yang indah. jenis sastra dari
zaman ke zaman selalu mengalami perubahan. Hal tersebut didasarkan pada
kenyataan bahwa sistem sastra yang ada bukanlah merupakan satu sistem yang
baku, merupakan suatu sistem yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan
zaman dan budaya. Fananie (2002:7). Karya sastra yang semakin berkembang,
perlulah dilakukan kajian. Baik kajian terhadap teks sastra maupun kajian yang
lainnya seperti kajian sastra bandingan, pragmatik, semiotik, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini, yang akan digunakan dalam mengakaji dua buah karya
sastra adalah kajian satra bandingan.
Dalam kamus Webster
dikumukakan bahwa sastra bandingan mempelajari hubungan timbal balik karya
sastra dari dua atau lebih kebudayaan nasional yang biasanya berlainan bahasa,
dan terutama pengeruh karya sastra yang satu terhadap karya sastra yang lain.
Jadi sastra banding adalah kegiatan membandingkan dua karya sastra yang berbeda
yang tidak melihat dari satu unsur saja, melainkan secara keseluruhan.
Novel “Rantau Muara”
dan “Mengejar-ngejar Mimpi” akan peneliti bandingkan dengan melihat unsur-unsur
secara keseluruhan dan juga melihat hubungan afinitas satu sama lainya.
Kegiatan perbandingan karya sastra , yakni novel “Rantau Muara” dan
Mengejar-ngejar Mimpi”, pada hakikatnya untuk melihat persamaan dan perbedaan
antarkarya sastra yang pada akhirnya berupaya untuk memberikan pemahaman yang
lebih luas kepada masyarakat pembaca mengenai karya sastra sebagai hasil
pemikiran manusia. Kajian perbandingan ini peneliti menggunakan teori
intertekstual.
Penelitian atau kajian
yang dilakukan ini bertujuan untuk membandingkan dua karya sastra, novel
“Rantau Muara” dengan “Mengejar-ngejar Mimpi”. Selain itu juga untuk mengetahui
perbedaan dan persamaan dari perbandingan tersebut. Perbandingan yang dilakukan
dalam penelitian ini difokuskan pada afinitas kedua karya sastra tersebut.
Penelitian ini menggunakan teori intertekstual untuk lebih memudahkan dalam
menggali makna dari kedua karya sastra tersebut, sehingga afinitas mudah
didapatkan.
- KAJIAN TEORI
1. Hakikat
sastra bandingan
Menurut
Endraswara (2011:1-2) hakikat sastra bandingan adalah membandingkan dua karya
atau lebih. Menurut Damono (2005:1), sastra bandingan adalah suatu pendekatan
dalam ilmu sastra yang tidak mengahsilkan teori sendiri. Bisa dikatakan, teori
apapun dapat dimanfaatkan dalam penelitian sastra bandingan, sesuai dengan
objek dan tujuan penelitian. Jadi, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa
sastra bandingan adalah kegiatan membandingkan dua karya sastra atau lebih yang
memiliki persamaan dan perbedaan dalam hal unsur-unsur yang dikandungnya.
2. Teori
intertekstualitas
Secara luas,
interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks
lainnya. Secara etimologis berasal dari bahasa Latin, textus berarti
tenunan, anyaman, penggabungan, susunan, dan jalinan. Ratna (2012:172). Suatu
teks baru muncul didasari pada teks-teks yang mendahuluinya. Teks-teks
terdahulu dapat dikatakan sebagai hipogram (hypogram). Hipogram dapat
berupa ide, gagasan, wawasan, dan lain sebagainya yang terdapat dalam teks-teks
terdahulu. Hipogram inilah yang menjadi konsep penting dalam teori interteks,
terutama dalam mengungkap afinitas dua buah sastra.
3. Afinitas
dalam sastra bandingan
Menurut Hutomo
(1993: 11-12) afinitas adalah keterkaitan unsur-unsur intrinsik dalamkarya
sastra, misalnya unsur struktur, gaya bahasa, tema, mood (suasana yang
terkandung dalam karya sastra) dan lain-lain, yang dijadikan bahan penulisan
karya sastra.
Endraswara
(2011:144) menyatakan, kata afinitas itu berasal dari bahasa latin ad (dekat)
dan finis (batas). Dalam ilmu antropologi kata afinitas diberi makna
hubungan kekerabatan yang terwujud karena adanya perkawinan. Makna kekerabatan
yaitu adanya kesamaan unsur dan hubungan antar jenis. Dalam ilmu sastra
bandingan diartikan sebagai keterkaitan unsur-unsur intrinsik (unsur dalaman)
karya sastra misalnya : unsur struktur, gaya, tema, (ide), mood (suasana
yang terkandung dalam karya sastra), dan lain sebagainya yang dijadikan bahan
penulisan karya sastra. Dapat penulis simpulkan, afinitas adalah keterkaitan
unsur-unsur dalam atau struktur pada sebuah karya sastra yang dijadikan bahan
penulisan karya sastra.
- METODE
Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan teknik deskriptif analisis dan menggunkan teori
intertektualitas. Deskriptif analisis ialah teknik yang dilakukan dengan cara
memaparkan sesuatu atau fakta-fakta yag terdapat dalam penelitian kemudian
dilakukan analisis. Secara etimologis deskriptif dan analisis berarti
menguraikan. Analisis berasal dari bahasa Yunani analyein (ana= atas, lyein
=urai), kata tersebut telah diberi arti tambahan, tidak semata-mata
menguraikan melainkan memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya. Ratna
(2012:53).
Endaraswara
(2011:201-202) Intertekstual merupakan studi yang mempelajari keseimbangan
antara unsur intrinsik dan esktrinsik teks yang disesuaikan denga fungsi teks
di masyarakat. Penelitian itertekstualitas di pihak lain mengasumsikan bahwa
sebuah karya ditulis berdasarkan karya yang lain, yaitu karya yang menjadi
hipogramnya. Demikian pula dengan sastra bandingan, yang berasumsi bahwa ada
“deretan” sastra yang memiliki kemiripan satu sama lain.
- HASIL DAN
PEMBAHASAN
1.
Sinopsis
a) Sinopsis
Novel Rantau Muara karya “Ahmad Fuadi”
Alif lulus dari
Universitas Padjajaran Bandung dengan nilai yang sangat memuaskan. Tentunya ia
yakin perusahaan akan berlomba mendapatkannya. Namun, ia di wisuda di waktu
yang kurang tepat. Pada saat itu, di akhir tahun 90-an, Indonesia mengalami
krisis moneter sehingga ia kesulitan mencari pekerjaan. Berkali-kali ia
mengirim lamaran pekerjaan, namun hasilnya nihil. Ia mengalami kegalauan yang
sangat hebat. Di sisi lain ia juga harus membiayai amak dan adik-adiknya.
Dimulai dengan
mulai mengirimkan surat lamaran pekerjaan, kemudian menerima juga surat balasan
yang ternyata isinya adalah penolakan hingga sampai juga akhirnya ia merima
surat yang membawa angin segar bahwa ia diterima bekerja. Di Jakarta. Ketika ia
bersiap untuk pindah dari Bandung ke Jakarta, ada satu surat yang datang
membuatnya kembali limbung. Surat yang mengabarkan bahwa penerimaannya oleh
perusahaan dibatalkan.
Setitik sinar
muncul ketika Alif diterima menjadi wartawan di sebuah majalah terkenal di
Jakarta. Di sana, ia bertemu dengan seorang gadis yang dulu pernah dia curigai.
Gadis itu bernama Dinara yang ternyata adalah temannya Raisa. Lambat laun
hatinya tertarik pada Dinara.
Dari Jakarta, terbuka cakrawala baru. Alif meraih beasiswa keWashington DC, dia kuliah sambil bekerja menjual tiket. Di sana ia bertemu dengan Garuda, ia orang Indonesia asli orang Jawa. Bersamanya ia tinggal di Amerika. Dia sangat menyayangi alif layaknya adik sendiri. Cerita-ceritanya sangat menginspirasi Alif. Baik itu cerita tentang keluarganya ataupun tentang calon istrinya.
Dari Jakarta, terbuka cakrawala baru. Alif meraih beasiswa keWashington DC, dia kuliah sambil bekerja menjual tiket. Di sana ia bertemu dengan Garuda, ia orang Indonesia asli orang Jawa. Bersamanya ia tinggal di Amerika. Dia sangat menyayangi alif layaknya adik sendiri. Cerita-ceritanya sangat menginspirasi Alif. Baik itu cerita tentang keluarganya ataupun tentang calon istrinya.
Dari situ
akhirnya alif mulai berfikiran untuk melamar gadis pujaan hatinya, Dinara.
Proses pendekatan kepada papa nya Dinara, itu yang paling sulit. Karena awalnya
papa nya Dinara tak merestui hubungan mereka. Namun Alif tak pernah menyerah,
ia terus berusaha menarik hati papanya. Yang pada akhirnya merestuinya.
Dengan penuh
semangat, Alif terbang dari Amerika menuju Indonesia. Hal yang paling
dinantinya akhirnya tiba juga. Ia menikah dengan Dinara.
Usai pernikahan, mereka terbang lagi ke Amerika, dari situ mereka menjalani hidup yang penuh luka-liku di Amerika. Dinara menjadi wartawan di sebuah majalah terkemuka di Amerika, lalu setelah lulus kkuliah Alif menyusul Dinara. Mereka hidup bahagia, gaji yang besar membuat mereka mudah melakukan apapun di Amerika. Pun cita-citanya untuk membantu Amak dan adik-adiknya di kampung tercapai jua. Mereka jujga mampu menjadi wartawan yang paling berprestasi, mampu menjadi wartawan teladan bagi semua wartawan di majalah tersebut. Sampai terjadi peristiwa 11 September 2001 di World Trade Center, New York, yang menggoyahkan jiwanya. Garuda, yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri menjadi korban peristiwa tersebut. Alif dipaksa memikirkan ulang misi hidupnya.
Mantra ketiga “man saara ala darbi washala” ( siapa yang berjalan di jalannya akan sampai pada tujuan ) menuntun perjalanan pencarian misi hidup Alif. Hidup hakikatnya adalah perantauan “Hidupku kini ibarat mengayuh biduk membelah samudera hidup. Selamanya akan naik turun dilamun gelombang dan ditampar badai. Tapi aku tidak akan merengek pada air, pada angin, dan pada tanah. Yang membuat aku kukuh adalah aku tahu kemana tujuan akhirku di ujung cakrawala.” (hal. 395)
Usai pernikahan, mereka terbang lagi ke Amerika, dari situ mereka menjalani hidup yang penuh luka-liku di Amerika. Dinara menjadi wartawan di sebuah majalah terkemuka di Amerika, lalu setelah lulus kkuliah Alif menyusul Dinara. Mereka hidup bahagia, gaji yang besar membuat mereka mudah melakukan apapun di Amerika. Pun cita-citanya untuk membantu Amak dan adik-adiknya di kampung tercapai jua. Mereka jujga mampu menjadi wartawan yang paling berprestasi, mampu menjadi wartawan teladan bagi semua wartawan di majalah tersebut. Sampai terjadi peristiwa 11 September 2001 di World Trade Center, New York, yang menggoyahkan jiwanya. Garuda, yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri menjadi korban peristiwa tersebut. Alif dipaksa memikirkan ulang misi hidupnya.
Mantra ketiga “man saara ala darbi washala” ( siapa yang berjalan di jalannya akan sampai pada tujuan ) menuntun perjalanan pencarian misi hidup Alif. Hidup hakikatnya adalah perantauan “Hidupku kini ibarat mengayuh biduk membelah samudera hidup. Selamanya akan naik turun dilamun gelombang dan ditampar badai. Tapi aku tidak akan merengek pada air, pada angin, dan pada tanah. Yang membuat aku kukuh adalah aku tahu kemana tujuan akhirku di ujung cakrawala.” (hal. 395)
Rantau 1 Muara
bercerita tentang konsistensi untuk terus berkayuh menuju tujuan, tentang
pencarian belahan jiwa, dan menemukan tempat bermuara. Muara segala muara.
b) Sinopsis
Novel Mengejar-ngejar Mimpi karya “Dedi Padiku”
Novel ini
merupakan diary kocak seorang Dedi Padiku, novel ini merupakan
perjalanan hidup seorang penulis dalam menggapai cita-citanya. Di awali dengan
kisah pertama masuk sekolah SMK di Gorontalo. Dedi Padiku sudah mendapatkan
kesialan karena mendapat hukuman untuk merayu wanita di depan semua siswa baru
dan panitia OSIS. Tidak hanya merayu, setelah seorang perempuan dia dapatkan semua
panitia menyuruh Dedi untuk menciumnya.
Ketika masa
sekolah di SMK Dedi adalah seorang pemuda yang hidupnya serba kurang bahkan
bisa dikatakan pemuda miskin. Dedi sekolah sambil bekerja menjadi sorang sopir
angkot. Dia bekerja setelah pulang sekolah menggantikan pamannya untuk
membiayai hidup dan adiknya. Dedi Padiku adalah seorang pemuda yang cukup
pintar dikelasnya, di sekolah dia mempunyai seorang sahabat yaitu Iton teman
duduk sebangkunya.
Di SMK Gorontalo
semasa Dedi sekolah, dia sudah dilibatkan dengan persoalan percintaan dengan
seorang wanita yang sangat dikagumi oleh para siswa lelaki di sekolahannya
tersebut. Iyen adalah perempuan yang sangat Dedi sayangi, tapi untuk
mendapatkannya tidaklah mudah. Dedi dan Iyen mempunyai tempat yang istimewa di
sekolah yaitu belakang sekolah. Tempat itulah yang menjadi awal terjadinya
cinta di antara keduanya. Untuk mendapatkan Iyen haruslah bersaing dengan
banyak lelaki di sekolah. Dari Aan siswa yang rela memodifikasi motornya
melebihi harga motor barunya demi mendapatkan Iyen dan Ranto yang berjanji akan
membelikan kapal pesiar. Tidak hanya Aan dan Ranto, ternyata sahabatnya Iton
pun ternyata diam-diam menyukai Iyen. Tapi semua saingannya berlalu begitu
saja, Iyen yang perempuan yang pertama kali Dedi rayu dan dicium pipinya di
depan semua siswa, telah memilihnya walaupun hanya pemuda miskin dan sopir
angkot. Tapi kisah cinta mereka berakhir begitu saja Iyen akhirnya bersama
Iton, tapi hatinya tetap kepada Dedi. Dedi pun meninggalkan Iyen untuk mencari
keluarganya.
Setelah lulus
dari SMK, Dedi pun ikut seleksi untuk ke Jepang, namun cita-citnya kandas
karena tinggi badanya kurang 2cm. setelah gagal ke Jepang, Dedi pun terpuruk di
kota Palu. Dia memulai dari awal dengan mengikuti kerabatnya menjadi tukang
bangunan. Berakhirnya jadi tukang bangunan Dedi ditwari menjadi sopir pribadi
dari anggota dewan. Kamudian Dedi pergi menado dan manjadi seorang selsmen.
Sebelum ke Jakarta Dedi singgah ke Makasar dia bergaul dengan para mahasiswa
bersama temannya. Disitu dia mendapatkan pengalaman dan pengetahuan bahwa
sukses itu tidak harus kuliah.
Susai impian dan
cita-citanya yaitu kenginan menjadi seorang penulis terkenal, Dedi Padiku
akhirnya merantau ke Jakarta. Pertama kali dia datang Dedi menjadi sangat susah
mencari kerja dan akhirnya ditawir menjadi jasa laundry tanpa mesin.
Ternyata pekerjaan lelaki memuaskan wanita yang kesepian. Akhirnya dia menjadi
Sopir kembali, ditengah-tengah kesibukannya menjadi sopir seorang dokter, dia
terus membaca buku-buku dan mulai menulis. Pertama kali Dedi bertemu seorang
penulis ketika dia mengikuti seminar yang pembeiacranya Zara Zettira. Disitu
semangat menulisnya semakin berkobar. Dedi pun terus berusaha mewujudkan
mimpinya dan bertemu dengan para penulis lainnya seperti Gola Gong dan Raditya
Dika. Yang terus menginpirasinya untuk terus menjadi penulis terkenal. Akhirnya
Dedi pun berkeinginan bertemu dengan Asma Nadia, dalam benaknya Asma Nadia
sudah mempunyai penerbit sendiri. Dan mungkin bisa membantunya untuk menerbitkan
tulisannya.
Akhirnya Dedi
pun berkunjung ke tempat Asma Nadia dan mengirimkan tulisannya, tapi tidak bisa
bertemu dengan mbak Asma. Tulisannya pun di titipkanya pada Rifa. Di situ Dedi
terasa disambar petir , tapi dia tidak putus asa ingin bertemu dengan Asma
Nadia. Dia rela menunggu berjam-jam dan mendatangi tempat Asma Nadia kantor TV
One. Yang katanya sedang syuting. Tapi Asma Nadia tidak ada disana karena
syuting Titian Qolbu di masjid-masjdi bukanlah di Kantor TV One.
Dengan tekad
yang kuat, Dedi terus berusaha mencari informasi tentang Asma Nadia, dan
akhirnya dia pun mendengar kabar bahwa Asma Nadia mengadakan Workshop
kepenulisan yang pembicaranya langsung beliau. Tanpa berpikir panjang Dedi pun
langsung mendaftar. Di workshop dia mendapakan ilmu kepenulisan yang
luar biasa. Selama tujuh bulan semenjak workshop tersebut dia
mengamalkan ilmu kepenulisan yang dia dapatkan. Dan Dedi akhirnya diundang oleh
Asma Nadia lewat akun facebooknya bertemu di IBF. Dedi ditawari untuk bekerja
disana dengan memegang kendali online di penerbitannya.
2. Titik
Kesamaan
Terlepas dari
asumsi apakah Dedi Padiku dalam novel
“Mengejar-ngejar Mimpi” yang ditulis pada Tahun 2014 oleh Dedi Padiku,
mendapat pengaruh dari novel ”Rantau Muara” karya Ahmad Fuadi yang ditulis pada
Tahun 2013. Karya ini menurut peneliti mempunyai banyak kemiripan.
a) Tema
: Semangat dalam menggapai mimpi (cita-cita)
Dalam mencapai
sebuah mimpi itu tidaklah mudah, dibutuhkan tekad yang kuat dan cita-cita yang
besar untuk sukses. Tentunya dengan berbagai usaha dan doa, serta kita harus
mampu mengahdapi rintangan-rintangan yang datang mengahadang. Seperti kisah
dari novel “Rantau Muara” Alif yang merupakan pemuda miskin yang berasal dari
kampung, mempunyai mimpi untuk kuliah di luar negeri dan mengelilingi berbagai
belahan Dunia. Dan semua itu terwujudkan oleh Alif, karena kegigihan dan doa
serta keyakinan hati dengan mantra man jadda wajada siapa yang
bersungguh-sungguh pasti berhasil. Kisah serupa juga dialami oleh Dedi padiku
dalam novel ”Mengejar-ngejar Mimpi” Dedi juga merupakan pemuda miskin yang
merantau ke Jakarta hanya demi cita-cinta ingin menjadi seorang penulis
terkenal. Dia rela membayar workshop kepenulisan yang diadakan Asma
Nadia yang hampir setengah gajihnya. dan cuti menjadi sopir. Akhirnya cita-cita
Dedi pun tercapai dengan kesungguhannya untuk menggapai mimpinya menjadi
penulis terkenal.
Kisah
petualangan hidup antara Alif dan Dedi Padiku memiliki kesamaan yaitu kegigihan
dan semangat yang terus berkobar untuk menggapai cita-citanya. Dan berakhir
dengan tercapainya cita-cita mereka. Selain itu, kedua novel ini ditulis sesuai
dengan pengalaman pribadi dari penulisnya masing-masing.
b) Konflik
Batin
Konflik yang
dialami dalam novel “Rantau Muara” dan “Mengejar-ngejar Mimpi” yaitu sama-sama
mempunyai tekad yang kuat untuk mewujudkan mimpinya. Yang di dalamnya terdapat
persoalan cinta, pahitnya hidup indahnya bersahabat serta kehilangan seseorang
yang sangat disayangi.
c) Karakter
Tokoh
Novel “Rantau
Muara” dengan “Mengejar-ngejar Mimpi” mengambarkan tokoh yang pantang menyerah,
pantang putus asa, percaya diri, cerdas baik hati. Keduanya berasal dari
keluarga miskin tapi mereka tidak mau kalah dengan keadaan. Mereka percaya
bahwa mereka bisa menggapai cita-citanya.
3. Titik
Beda
Selain persamaan
yang terdapat dalam novel “Rantau Muara” dan “Mengejar-ngejar Mimpi”. Terdapat
pula perbedaan antara keduanya. Perbedaan tersebut sebagai berikut:
a) Alif
mempunyai cita-cita ingin kuliah di luar negeri dan mengelilingi Duni.
Sedangkan Dedi Padiku bercita-cita ingin menjadi seorang penulis terkenal
seeperti Asma Nadia.
b) Petualangan
dalam mewujudkan cita-cita dalam novel “Rantau Muara” Alif dimulai ketika lulus
kuliah di Bandung. Sedangkan novel “Mengejar-ngejar Mimpi” Dedi Padiku, di
mulai ketika lulus dari SMK Gorontalo.
- SIMPULAN
Penelitian ini
mengungkapkan afinitas antara dua karya sastra, yakni novel “Rantau Muara”
dengan “Mengejar-ngejar Mimpi”. Afinitas diungkapkan dengan cara membandingkan
dua karya sastra tersebut dengan teori intertekstual. Dari afinitas itu dapat
diketahui bahwa terdapat persamaan dan
perbedaan. Diantaranya terdapat persamaan tema, karakter tokoh utama, dan juga
konflik batin. Perbedaanya terletak pada tujuan atau cita-cita pelaku utama dan
awal permulaan cerita.
DAFTAR
PUSTAKA
Damono, Sapardi Djiko.2005. Pegangan
Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta:Pusat
Bahasa Depdiknas
Edwarsa,Suwardi. 2011. Metodologi
Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta : Buku Pop
Fuadi, Ahmad. 2013. Rantau Muara.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Fananie, Zaenudin. 2002. Telaah
Sastra. Surakarta: Muahammadiyah University Press
Hutomo, Suripan Sadi. 1993. Merambah
Matahari : Sastra dalam Perbandingan.
Surabaya: Gaya Masa
Padiku, Dedi. 2014. Mengejar-ngejar
Mimpi. Depok: Asmanadia Publishing House
Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori,
Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar